Thursday 26 December 2013

INSEMINASI BUATAN



A.    Pengertian  Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan adalah terjemahan dari artificial insemination. Artificial berarti pembuahan sedangkan insemination adalah berasal dari kata latin, inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. Jadi inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami agar terjadi pembuahan(Anonim,2009). Atau Inseminasi buatan ialah pembuahan pada manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse). teknik Inseminasi Buatan relatif lebih sederhana. Yaitu sperma yang telah diambil dengan alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan(Fathurin, 2008).
B.     Macam-macam inseminasi buatan
Inseminasi yang dilakukan kepada manusia dapat digolongkan kedalam 2 jenis, yaitu:
a. Inseminasi buatan homolog (IBH) : syarat untuk melaksanakannya adalah tidak adanya gangguan fertilitas pada pihak isteri dana disetujui oleh suami isteri. IBH dilakukan dengan menggunakan sperma dari suami sendiri. Hari ini dilakukan mungkin karena suami tidak mampu melakukan senggama.
b. Inseminasi pembuatan donor (IBD) : biasanya dilakukan pada suami isteri yang infertile (tidak subur), misalnya karena suami mengalami kelainan sperma. Berbeda dengan IBH, sperma dalam pelaksanaan IBD diambil dari orang lain ,bukan suami (Anonim, 2008).
C.    Tehnik tehnik yang digunakan dalam inseminasi buatan
Ada dua teknik yang dapat digunakan dalam pelaksanaan prosedur inseminasi buatan yang saat ini disebut dengan bayi tabung. Teknik tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke   lubang uterine (rahim).
         2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga peritoneum). Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit (Anonim, 2008).
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antara lain adalah: Pertama; Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri. Kedua; Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual.
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.

Aplikasi Pembekuan Sperma

Salah satu aplikasi dari proses pembekuan sperma adalah bank sperma. Bank sperma atau
dikenal juga dengan nama cryobank adalah suatu lembaga atau badan yang mengumpulkan
dan menyimpan sperma dari seorang pria yang secara sengaja mendonorkan spermanya(Widiati, 2008).

             Menjadi pendonor dengan cara pengawetan beku sperma dapat dilakukan untuk
membantu pria yang mengalami hal-hal sebagai berikut :
a. Mengalami gangguan kesehatan yang diturunkan, ataupun gangguan kesehatan yang
mengakibatkan seorang pria harus melakukan perawatan yang menyebabkan penurunan
jumlah dan fungsi dari sperma, impoten, ataupun mutasi genetik. Contohnya adalah
kanker testikel, penyakit Hodgkin’s, leukemia, diabetes, dan multiple sclerosis.
b. Seseorang yang akan melakukan suatu perawatan medis yang dapat mempengaruhi
testis, prostat, atau kemampuan untuk ejakulasi, seperti operasi usus besar.
c. Seseorang yang akan melakukan vasectomy.
d. Berpotensi untuk terkena disfungsi sperma akibat lingkungan, seperti radiasi, pestisida,
dan bahan kimia lain yang dapat mempengaruhi fungsi dan kemampuan genetic dari
sperma. Misalnya adalah seorang tentara yang telah menikah, dimana resiko kematian
atau kemungkinan terdedah terhadap lingkungan berbahaya, yang dapat meracuni
sperma.
e. Bemaksud untuk melakukan inseminasi buatan (IVF, IUI, ICSI, GIFT).
f. Sperma yang dimiliki jumlahnya sedikit.
D.    Alasan dilakukannya inseminasi buatan
  Inseminasi buatan biasanya dilakukan dengan beberapa alasan. Adapun alasan dilakukan inseminasi karena wanita memiliki kelainan :
(1) kerusakan pada saluran telurnya
(2) lendir rahim isteri yang tidak normal
(3) adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh isteri,
(4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis
(5) sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur
(6) sebab-sebab lainnya yang belum diketahui.Sedangkan pada laki laki teknik ini diperuntukkan bagi mereka yang pada umumnya memiliki kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit sehingga secara alamiah sulit diharapkan terjadinya pembuahan(Anonim, 2008).

E.                 Hukum Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia(Qardhawi, 2009).
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah.
    Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku.
                  Alasan syar’i tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina (lihat al-Qur’an, antara lain Surat Al-Isrâ [17] : 32). Secara filosofis larangan zina itu didasarkan atas dua hal. Pertama, “tindakan melacur” (al-fujûr, al-fâ?isyah) dan kedua, akibat tindakan itu dapat menyebabkan kaburnya keturunan (ikhtilâth al-ansâb).
Rasulullah menyatakan yang artinya :
Tidak ada dosa lebih berat dari perbuatan syirik (menyekutukan Tuhan) melainkan dosa seseorang yang mentransplantasikan “benih” kepada rahim wanita yang tidak halal baginya.
Dalam hal pihak ketiga merupakan isteri sah, maka para ulama dalam hal ini menolaknya karena bertentangan dengan maksud ayat Al-Qur’an :
Dan janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan.
[QS. Al-Baqarah (2) : 195 ].
Kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi(Anonim,2008).
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka (Anonim, 2009).
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.

Pandangan Islam dan Hukum yang Terkait tentang Inseminasi Buatan
                  Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini sebaiknya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
  Hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
              Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan.
 Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.


                         Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah :
           1. Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma
Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak.
Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8)
2. Kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya).
               Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal.
Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1.      percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2.       Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Kloning atau bayi tabung, apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami-istri yang sah tanpa mentransfer embrio ke dalam rahim wanita lain — termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi yang berpoligami )— , maka Islam membolehkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan suami-istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh keturunan, dengan alasan bahwa dengan cara pembuahan alami, suami-istri tidak berhasil memperoleh anak (baca;masail fiqhiyah). Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqih “Alhajatu Tanzilu Manzilatad Dhorurati Wad-Dhorurotu Tubihul Mahdzurot”.
SAIFUDDIN

No comments:

Post a Comment