A.
Pengertian Inseminasi Buatan
Inseminasi
buatan adalah terjemahan dari artificial insemination. Artificial berarti
pembuahan sedangkan insemination adalah berasal dari kata latin, inseminatus
artinya pemasukan atau penyampaian. Jadi inseminasi buatan adalah memasukkan
atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan
alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami agar terjadi
pembuahan(Anonim,2009). Atau Inseminasi buatan ialah
pembuahan pada manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse). teknik Inseminasi Buatan relatif lebih
sederhana. Yaitu sperma yang telah diambil dengan alat tertentu dari seorang
suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan
kehamilan(Fathurin, 2008).
B.
Macam-macam inseminasi buatan
Inseminasi
yang dilakukan kepada manusia dapat digolongkan kedalam 2 jenis, yaitu:
a. Inseminasi buatan homolog (IBH) : syarat untuk melaksanakannya adalah tidak adanya gangguan fertilitas pada pihak isteri dana disetujui oleh suami isteri. IBH dilakukan dengan menggunakan sperma dari suami sendiri. Hari ini dilakukan mungkin karena suami tidak mampu melakukan senggama.
b. Inseminasi pembuatan donor (IBD) : biasanya dilakukan pada suami isteri yang infertile (tidak subur), misalnya karena suami mengalami kelainan sperma. Berbeda dengan IBH, sperma dalam pelaksanaan IBD diambil dari orang lain ,bukan suami (Anonim, 2008).
a. Inseminasi buatan homolog (IBH) : syarat untuk melaksanakannya adalah tidak adanya gangguan fertilitas pada pihak isteri dana disetujui oleh suami isteri. IBH dilakukan dengan menggunakan sperma dari suami sendiri. Hari ini dilakukan mungkin karena suami tidak mampu melakukan senggama.
b. Inseminasi pembuatan donor (IBD) : biasanya dilakukan pada suami isteri yang infertile (tidak subur), misalnya karena suami mengalami kelainan sperma. Berbeda dengan IBH, sperma dalam pelaksanaan IBD diambil dari orang lain ,bukan suami (Anonim, 2008).
C. Tehnik
tehnik yang digunakan dalam inseminasi buatan
Ada dua teknik yang dapat digunakan
dalam pelaksanaan prosedur inseminasi buatan yang saat ini disebut dengan bayi
tabung. Teknik tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik
IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal
Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak
awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung
ke peritoneal (rongga peritoneum). Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk
seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai
tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke
dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI
dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan
kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang
yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang
selama 10–15 menit (Anonim, 2008).
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah
dikembangkan dalam dunia kedokteran, antara lain adalah: Pertama; Fertilazation
in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian
diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di
rahim istri. Kedua; Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil
sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka
segera ditanam di saluran telur (tuba palupi) Teknik kedua ini terlihat lebih
alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi
ejakulasi melalui hubungan seksual.
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di
labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi
buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan
pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan
prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu
sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu
sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak
sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain
bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan
jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.
Aplikasi Pembekuan Sperma
Salah satu aplikasi
dari proses pembekuan sperma adalah bank sperma. Bank sperma atau
dikenal juga dengan nama cryobank
adalah suatu lembaga atau badan yang mengumpulkan
dan menyimpan sperma dari seorang
pria yang secara sengaja mendonorkan spermanya(Widiati, 2008).
Menjadi pendonor dengan cara pengawetan beku
sperma dapat dilakukan untuk
membantu pria yang mengalami
hal-hal sebagai berikut :
a. Mengalami gangguan kesehatan
yang diturunkan, ataupun gangguan kesehatan yang
mengakibatkan seorang pria harus melakukan
perawatan yang menyebabkan penurunan
jumlah dan fungsi dari sperma,
impoten, ataupun mutasi genetik. Contohnya adalah
kanker testikel, penyakit Hodgkin’s,
leukemia, diabetes, dan multiple sclerosis.
b. Seseorang yang akan melakukan
suatu perawatan medis yang dapat mempengaruhi
testis, prostat, atau kemampuan
untuk ejakulasi, seperti operasi usus besar.
c. Seseorang yang akan melakukan vasectomy.
d. Berpotensi untuk terkena
disfungsi sperma akibat lingkungan, seperti radiasi, pestisida,
dan bahan kimia lain yang dapat
mempengaruhi fungsi dan kemampuan genetic dari
sperma. Misalnya adalah seorang
tentara yang telah menikah, dimana resiko kematian
atau kemungkinan terdedah terhadap
lingkungan berbahaya, yang dapat meracuni
sperma.
e. Bemaksud untuk melakukan
inseminasi buatan (IVF, IUI, ICSI, GIFT).
f. Sperma yang dimiliki jumlahnya
sedikit.
D.
Alasan dilakukannya inseminasi
buatan
Inseminasi buatan biasanya dilakukan dengan beberapa alasan. Adapun
alasan dilakukan inseminasi karena wanita memiliki kelainan :
(1) kerusakan pada saluran telurnya
(2) lendir rahim isteri yang tidak
normal
(3) adanya gangguan kekebalan dimana
terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh isteri,
(4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis
(4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis
(5) sindroma LUV (Luteinized
Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur
(6) sebab-sebab lainnya yang belum
diketahui.Sedangkan pada laki laki teknik ini diperuntukkan bagi mereka yang
pada umumnya memiliki kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti
oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit sehingga secara alamiah
sulit diharapkan terjadinya pembuahan(Anonim, 2008).
E.
Hukum Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan menjadi
permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan
keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah
bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah
meninggal dunia(Qardhawi, 2009).
Adapun
mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum
menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil
prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi
pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya
memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat
dipandang sebagai anak yang sah.
Namun,
kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat
bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal
8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya,
dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor
sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang
berlaku.
Alasan syar’i tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina (lihat al-Qur’an, antara lain Surat Al-Isrâ [17] : 32). Secara filosofis larangan zina itu didasarkan atas dua hal. Pertama, “tindakan melacur” (al-fujûr, al-fâ?isyah) dan kedua, akibat tindakan itu dapat menyebabkan kaburnya keturunan (ikhtilâth al-ansâb).
Alasan syar’i tentang haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada maksud larangan berbuat zina (lihat al-Qur’an, antara lain Surat Al-Isrâ [17] : 32). Secara filosofis larangan zina itu didasarkan atas dua hal. Pertama, “tindakan melacur” (al-fujûr, al-fâ?isyah) dan kedua, akibat tindakan itu dapat menyebabkan kaburnya keturunan (ikhtilâth al-ansâb).
Rasulullah
menyatakan yang artinya :
Tidak ada dosa lebih berat dari perbuatan syirik (menyekutukan
Tuhan) melainkan dosa seseorang yang mentransplantasikan “benih” kepada rahim
wanita yang tidak halal baginya.
Dalam hal pihak ketiga merupakan isteri sah, maka
para ulama dalam hal ini menolaknya karena bertentangan dengan maksud ayat
Al-Qur’an :
Dan janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri
dalam kebinasaan.
[QS. Al-Baqarah (2) : 195 ].
Kalau inseminasi buatan
itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan
hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu
tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut
hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan
hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama;
firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti
menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai
kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan
Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa
menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia.
Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat
merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi(Anonim,2008).
Kedua;
hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain
(istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu
Hibban).
Berdasarkan
hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan
seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda
pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah
boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan
Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah
inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa
hukumnya dari mereka (Anonim, 2009).
Dalil
lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari
ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih
yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari
mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik
maslahah/kebaikan.
Pandangan Islam dan Hukum yang
Terkait tentang Inseminasi Buatan
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Namun, kajian masalah inseminasi
buatan ini sebaiknya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama
dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat
diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya
ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Dalil-dalil syar’i yang dapat
dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman
orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih
oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan.
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan.
Pada saat para imam mazhab masih hidup,
masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh
fatwa hukumnya dari mereka. Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk
mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum,
karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum,
seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam
An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan
ialah :
1. Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan
kurma
Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah,
beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan
(penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak
usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak.
Setelah hal itu dilaporkan pada
Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang
urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada
tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan,
karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat
manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8)
2. Kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah
hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh,
sampai ada dalil yang jelas melarangnya).
Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau
ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa
inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun
salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan
normal.
Namun
mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
1.
percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada
kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya
dengan kemahraman dan kewarisan.
2.
Bertentangan dengan
sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada
hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria
dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil
inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Kloning
atau bayi tabung, apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami-istri yang
sah tanpa mentransfer embrio ke dalam rahim wanita lain — termasuk istrinya
sendiri yang lain (bagi yang berpoligami )— , maka Islam membolehkan, baik
dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau
uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya
(vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan suami-istri yang
bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh
keturunan, dengan alasan bahwa dengan cara pembuahan alami, suami-istri tidak
berhasil memperoleh anak (baca;masail fiqhiyah). Hal ini sesuai dengan kaidah
hukum fiqih “Alhajatu Tanzilu Manzilatad Dhorurati Wad-Dhorurotu Tubihul
Mahdzurot”.
SAIFUDDIN
No comments:
Post a Comment